By Fitria Nurkomariah January 29, 2023 305

Apakah Kamu Mengalami Daddy Issues? Ketahui Tanda-Tandanya!

Peran seorang ayah dalam sebuah keluarga adalah hal penting. Sebagai orang tua, tentunya memiliki ikatan yang kuat dengan anak. Kehadiran ayah dapat memengaruhi cara anak dalam membangun hubungan dengan orang lain saat ia beranjak dewasa. Tak hanya hubungan sosial, sosok ayah juga berperan penting dalam perkembangan psikologis anak itu sendiri. Sudah menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya.  Tetapi budaya patriarki masih banyak diterapkan dalam berumah tangga sehingga pola pengasuhan anak biasanya dibebankan kepada ibu, sementara peran ayah diasosiasikan sebagai pencari nafkah.

Hal inilah yang menyebabkan anak tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang tidak stabil dikarenakan peran dari kedua orang tua yang tidak dipenuhi dengan baik. Peristiwa ini dikenal dengan istilah “daddy issues” yang dimana bukan merupakan termasuk dalam kondisi gangguan kesehatan mental, tetapi daddy issues diartikan sebagai kurangnya keseimbangan emosional, psikologis, dan depresi kinerja kognitif yang berasal terkait ketidakhadiran seorang ayah dalam kehidupannya.

Efek psikologis yang dialami seorang anak dengan daddy issues terjadi karena hubungan yang tidak harmonis antara ikatan anak dan ayah, sehingga berisiko membuat anak sulit mempercayai orang lain, selalu ingin mencari perhatian, dan haus akan kasih sayang. Seorang anak yang mengalami daddy issues  juga memungkinkan berisiko terjebak dalam toxic relationship. Fenomena ini acap kali berkaitan dengan anak perempuan, tetapi tak jarang terjadi juga pada anak laki-laki. Dampak daddy issue bagi anak perempuan adalah kesulitan dalam membina hubungan dengan lawan jenis saat dewasa. Sedangkan anak laki-laki dengan daddy issue mengalami kendala saat ia menjalani kehidupan rumah tangga untuk berperan baik sebagai suami ataupun ayah.

Tahukah kamu? Daddy issues dapat terjadi karena masalah attachment (keterikatan) yang dialami seseorang. John Bowlby mencetuskan teori keterikatan yaitu gaya keterikatan seseorang di masa kanak-kanak sangat mempengaruhi gaya keterikatannya saat dewasa. Sehingga ketika gaya keterikan yang aman terbentuk dari seorang pengasuh responsif terhadap kebutuhan anak dan tersedia secara emosional, maka mereka akan merasa aman dan terjamin dengan gaya keterikatan ini pada masa kanak-kanak hingga dewasa. Begitupun seebaliknya ketika gaya keterikatan yang tidak aman.

Mengutip dari verywellmind, terdapat tiga tipe gaya keterikatan tidak aman yang dimiliki seorang dengan daddy issues yaitu antara lain:

1. Anxious-preoccupied

Sangat manja dan banyak menuntut adalah sifat seseorang dengan tipe gaya keterikatan ini. Mereka takut pasangannya tidak ada ketika dibutuhkan.

2. Fearful-avoidant

Seseorang membentuk hubungan yang intim, tetapi sulit untuk mempercayai pasangannya karena takut terluka. Ini bisa membuat mereka jauh dan terpisah.

3. Dismissive-avoidant

Orang dengan gaya keterikatan ini cenderung memilih untuk menghindari membentuk hubungan dekat dan tantangan emosional yang mereka bawa.

Ketidakhadiran figur ayah (fatherlessness) merupakan penyebab utama daddy issues dapat terjadi. Tanda-tanda seseorang mengalami daddy issues antara lain adalah:

1. Trust Issue

Kepercayaan adalah pondasi terpenting dalam membangun sebuah hubungan. Dengan kepercayaan yang diberikan akan menciptakan healhty relationship karena keterbukaan satu sama lain. Namun, pada seseorang yang mengalami daddy issues ia memiliki kecemasan ketika menjalin hubungan dan sulit untuk membangun kepercayaan pada pasangan. Trust issue ini muncul karena kekhawatiran berlebihan bahwa pasangannya akan mengkhianati, meninggalkannya, dan ketakukan yang berasal dari masalah pribadi.

2. Interest pada yang lebih tua

Mencari dan terus mendambakan kehadiran sosok ayah atau father figure membuat seorang daddy issues lebih tertarik pada orang yang lebih tua. Terlebih untuk menjalin hubungan romantis pacaran ataupun menikah. Karena mereka merasa sosok ayah yang bisa memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman yang tidak didapatkannya pada masa kanak-kanak bisa didapatkannya pada orang yang lebih tua tersebut.

3. Mudah Jealous & Posesif

Seseorang yang memiliki daddy issues akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sempurna dalam mempertahankan hubungannya agar tidak ditinggalkan oleh orang-orang kesayangannya. Kekhwatiran itu membuat usaha yang dilakukannya berlebihan dan mencurigai pasangannya. Bahkan ia mudah merasa cemburu dan bersikap posesif dengan sering mengecek ponsel pasangannya setiap waktu, melarang pasangannya berteman dengan lawan jenis, hingga membatasi kegiatan dan gerak gerik lain pasangannya.

4. Merasa Minder & Anxiety

Berbagai trauma yang dialami dalam menjalin hubungan negatif dengan sang ayah membuat seorang anak membawa pesan buruk dari trauma itu ke alam bawah sadarnya. Hal ini tentunya berdampak pada kepercayaan diri yang rendah dan banyak kecemasan pada anak tersebut. Ketidakpercayaan terhadap dirinya sendiri dan kegelisahan ini akan sangat mungkin terus dirasakan hingga beranjak dewasa.

5. Tidak suka feeling lonely

Orang yang memiliki daddy issues tidak menyukai kesendirian dan merasa tidak nyaman ketika menghabiskan waktu seorang diri. Mereka mudah merasa kesepian ketika tidak memiliki partner hidup yang bisa memberi kasih sayang dan perhatian untuk mereka. Karena rasa haus akan kasih sayang tersebut mereka akan selalu mencari cara untuk terus berada dalam suatu hubungan, baik mencari hubungan yang baru ataupun mempertahakan hubungan yang ada walau dalam toxic relationship sekalipun.

6. Kesulitan dalam peran fatherhood

Laki-laki akan melakukan perannya menjadi seorang ayah cenderung dengan bercermin pada sikap dan perlakuan ayahnya yang diterima dahulu. Seorang anak yang memiliki daddy issues akan berisiko tidak kompeten dalam menjalankan perannya sebagai ayah. That’s why, kehadiran ayah dalam keluarga baik secara fisik maupun secara psikis itu sangat penting karena berperan untuk melakukan regenerasi terhadap fatherhood.

Kondisi daddy issues yang dialami oleh seseorang dengan tanda-tanda diatas dapat menyebabkan kualitas hidup seseorang terganggu, serta mengganggu hubungan dengan orang lain, khususnya dalam segi asmara. Cara untuk mengatasi fenomena ini adalah dengan konsultasi psikologi. Jangan ragu untuk menemui seorang psikolog yang akan membantu mengatasi trauma masa kecil yang berdampak pada kehidupan di masa depan.